Bioinformatika adalah bidang ilmu baru yang merupakan
hasil gabungan dari bidang ilmu biologi dan teknologi informasi, yang dimana
aspek teknologi informasu meliputi teknologi basis data, pengenalan pola,
sistem pakar, komputasi lunak, sistem pakar, kecerdasan buatan , dan lain-lain.
Seiring dengan selesainya Human Genome
Project, maka susunan DNA tubuh manusia dapat dipetakan. Dalam era postgenome project ini, minat penelitian
ditujukan untuk mene,ukan fungsi dari gen pada tubuh manusia dan aplikasinya
pada dunia medis.
Perkembangan
teknologi DNA rekombinan memainkan peranan penting dalam lahirnya
bioinformatika. Teknologi DNA rekombinan memunculkan suatu pengetahuan baru
dalam rekayasa genetika organisme yang dikenala bioteknologi. Perkembangan
bioteknologi dari bioteknologi tradisional ke bioteknologi modren salah satunya
ditandainya dengan kemampuan manusia dalam melakukan analisis DNA organisme,
sekuensing DNA dan manipulasi DNA.
Bioinformatika
ialah ilmu
yang mempelajari penerapan teknik komputasi
untuk mengelola dan menganalisis informasi hayati. Bidang ini mencakup
penerapan metode-metode matematika, statistika, dan informatika
untuk memecahkan masalah-masalah biologi, terutama yang terkait dengan
penggunaan sekuens DNA dan asam amino. Contoh topik utama bidang ini meliputi pangkalan data
untuk mengelola informasi hayati, penyejajaran sekuens (sequence alignment),
prediksi struktur untuk meramalkan struktur protein
atau pun struktur sekunder RNA, analisis filogenetik, dan analisis ekspresi gen.
Bioinformatika dalam Dunia Kedokteran
1. Bioinformatika dalam bidang klinis
Perananan Bioinformatika dalam bidang klinis ini sering juga disebut
sebagai informatika klinis (clinical informatics).
Aplikasi dari clinical
informatics ini adalah berbentuk manajemen data-data
klinis dari pasien melalui Electrical Medical Record (EMR) yang dikembangkan oleh Clement J.
McDonald
dari Indiana
University School of Medicine pada
tahun 1972. McDonald pertama kali mengaplikasikan EMR pada 33 orang pasien
penyakit gula (diabetes). Sekarang EMR ini telah diaplikasikan pada berbagai
penyakit. Data yang disimpan meliputi data analisa diagnosa laboratorium, hasil
konsultasi dan saran, foto ronsen, ukuran detak jantung, dll. Dengan data ini
dokter akan bisa menentukan obat yang sesuai dengan kondisi pasien tertentu.
Lebih jauh lagi, dengan dibacanya genom manusia, akan memungkinkan untuk
mengetahui penyakit genetik seseorang, sehingga personal care terhadap pasien menjadi lebih akurat.
Sampai
saat ini telah diketahui beberapa gen yang berperan dalam penyakit tertentu
beserta
posisinya pada kromosom. Informasi ini
tersedia dan bisa dilihat di home page National Center for Biotechnology
Information (NCBI) pada seksi Online Mendelian in Man (OMIM). OMIM adalah search tool untuk
gen manusia dan penyakit genetika. Selain berisikan informasi tentang lokasi
gen suatu penyakit, OMIM ini juga menyediakan informasi tentang gejala dan
penanganan penyakit tersebut beserta sifat genetikanya. Dengan demikian, dokter
yang menemukan pasien yang membawa penyakit genetika tertentu bisa
mempelajarinya secara detil dengan mengakses home page OMIM ini.
Sebagai
salah satu contoh, jika kita ingin melihat tentang kanker payudara, kita
tinggal masukan kata-kata “breast cancer” dan
setelah searching akan keluar berbagai jenis kanker payudara. Kalau kita ingin
mengetahui lebih detil tetang salah satu diantaranya, kita tinggal klik dan
akan mendapatkan informasi detil mengenai hal tersebut beserta posisi gen
penyebabnya di dalamkoromosom.
2. Bioinformatika untuk diagnosa penyakit
baru
Untuk penyakit baru diperlukan diagnosa yang akurat sehingga bisa
dibedakan dengan penyakit lain. Diagnosa yang akurat ini sangat diperlukan
untuk penanganan pasien seperti pemberian obat dan perawatan yang tepat. Jika
pasien terinfeksi virus influenza dengan panas tinggi, hanya akan sembuh jika
diberi obat yang cocok untuk infeksi virus influenza. Sebaliknya, tidak akan
sembuh kalau diberi obat untuk malaria. Karena itu, diagnosa yang tepat untuk
suatu penyakit sangat diperlukan.
Selain
itu, diagnosa juga diperlukan untuk menentukan tingkat kematian (mortality)
dari suatu agent
penyakit. Artinya, semakin tinggi angka
kematian ini, semakin berbahaya agent tersebut.
Angka ini dihitung dengan menghitung jumlah pasien yang meninggal (D) dibagi
dengan jumlah total pasien pengidap penyakit tersebut
(P) (=D/P). Pada kasus SARS, gejala yang muncul mirip dengan gejala flu,
sehingga dari gejala saja tidak bisa dibedakan apakah dia mengidap SARS atau
mengidap flu.
Diagnosa
ini penting karena akan menentukan tingkat keganasan suatu agent yang akan mempengaruhi kebijakan yang diambil terhadap penyakit
tersebut. Ada beberapa cara untuk diagnosa suatu penyakit. Diantaranya isolasi agent penyebab penyakit tersebut dan analisa morfologinya, deteksi antibodi
yang dihasilkan dari infeksi dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi gen dari agent pembawa
penyakit tersebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Isolasi agent
pembawa penyakit memerlukan waktu yang
lama. Teknik ELISA bisa dilakukan dalam waktu yang pendek, namun untuk
tiap-tiap penyakit kita harus mengembangkan teknik tersebut terlebih dahulu.
Untuk pengembangannya ini memerlukan waktu yang lama.
Yang
banyak dan lazim dipakai saat ini adalah teknik PCR. Teknik ini simpel, praktis
dan cepat. Yang penting dalam teknik PCR adalah design primer untuk amplifikasi
DNA. Untuk mendesign primer ini diperlukan data sekuen dari genom agent yang bersangkutan dan software seperti yang telah diuraikan di atas. Di
sinilah Bioinformatika memainkan peranannya. Untuk agent yang mempunyai genom RNA, harus dilakukan reverse transcription (proses sintesa DNA dari RNA) terlebih dahulu dengan menggunakan enzim Reverse transcriptase. Setelah DNA diperoleh baru dilakukan PCR. Dua step reverse transcription dan PCR ini bisa dilakukan sekaligus dan biasanya
dinamakan RT-PCR.
Karena
PCR ini hanya bersifat kualitatif, sejak beberapa tahun yang lalu telah
dikembangkan teknik Real
Time PCR yang bersifat kuantitatif. Dari hasil Real Time PCR ini bisa ditentukan kuantitas suatu agent di dalam tubuh seseorang, sehingga bisa dievaluasi tingkat emergensinya.
Pada Real Time
PCR ini selain primer diperlukan probe yang harus didesign sesuai dengan sekuen agent yang bersangkutan. Di sini juga diperlukan software atau
program Bioinformatika.
Untuk
penyakit SARS sendiri sekarang telah tersedia kit RT-PCR yang dikembangkan oleh
Takara Bio Inc., dengan nama komersial CycleaveRT-PCR SARS virus Detection Kit. Selain itu Roche Diagnostics juga juga tengah mengembangkan kit untuk
deteksi virus SARS. Keberhasilan pengembangan kit ini tidak terlepas dari
didorong kemajuan Bioinformatika.
3. Bioinformatika untuk penemuan obat
Usaha penemuan obat biasanya dilakukan dengan penemuan zat/senyawa yang
bisa menekan perkembangbiakan suatu agent penyebab
penyakit. Karena banyak faktor yang bisa mempengaruhi perkembangbiakan agent tersebut, faktor-faktor itulah yang dijadikan target. Diantara faktor
tersebut adalah enzim-enzim yang diperlukan untuk perkembangbiakan suatu agent. Langkah pertama yang dilakukan adalah analisa struktur dan fungsi
enzim-enzim tersebut. Kemudian mencari atau mensintesa zat/senyawa yang bisa
menekan fungsi dari enzim-enzim tersebut. Penemuan obat yang efektif adalah
penemuan senyawa yang berinteraksi dengan asam amino yang berperan untuk
aktivitas (active
site) dan untuk kestabilan enzim tersebut.
Karena itu analisa struktur dan fungsi enzim ini biasanya difokuskan
pada analisa asam amino yang berperan untuk aktivitas (active site) dan untuk kestabilan enzim tersebut. Analisa ini dilakukan dengan cara
mengganti asam amino tertentu dan menguji efeknya. Sebelum perkembangan Bioinformatika,
analisa penggantian asam amino ini dilakukan secara random sehingga memakan waktu yang lama. Dengan adanya Bioinformatika,
data-data protein yang sudah dianalisa bebas diakses oleh siapapun, baik data
sekuen asam amino-nya seperti yang ada di SWISS-PROT maupun struktur 3D-nya
yang tersedia di Protein Data Bank (PDB). Dengan database yang tersedia ini,
enzim yang baru ditemukan bisa dibandingkan sekuen asam amino-nya, sehingga
bisa diperkirakan asam amino yang berperan untuk active site dan kestabilan enzim tersebut. Hasil perkiraan kemudian diuji di
laboratorium.
Referensi:
Nursaman, Fery Efendi.Pendidikan Dalam Keperawatan
http://www.komputasi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1247362701